Rabu, 14 November 2012

Hukum Sebagai Institusi Sosial




TUGAS KELOMPOK
HUKUM SEBAGAI INSTITUSI SOSIAL

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok.
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hukum
Oleh:
Rudi Hartono   8111410174
Ibnu Jalal         8111410180
Ferry Rizky P    8111410190

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum adalah social engineering atau rekayasa atau lembaga sosial. Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa putusan hukum yang dijatuhkan oleh hakim diharapkan mampu merubah perilaku manusia. Pendapat Roscoe Pound tersebut benar ketika ia memandang hukum sebagai sebuah putusan-putusan hakim dalam sistem hukum anglo saxon atau common law.
Pernyataan Roscoe Pound tersebut pada awal orde baru dibawa ke Indonesia oleh pakar-pakar hukum saat itu dengan pemikiran bahwa hukum merupakan lembaga serta alat rekayasa sosial. Dalam sistem hukum sipil (civil law system) yang diterapkan di Indonesia, yang menganut model hukum Eropa, hukum adalah sebuah aturan Undang-undang yang notabene merupakan produk kekuasaan penguasa. Dalam konteks ini, maka hukum diterapkan oleh penguasa yang memiliki kewenangan membentuk hukum, dan demi hukum siapapun harus tunduk terhadap aturan hukum tersebut.
Pada kondisi yang demikian maka hukum menjadi alat pengendali penguasa terhadap rakyatnya. Hukum menjadi alat legitimasi penguasa untuk berbuat terhadap rakyatnya. Ketika kekuasaan  berada di tangan orang-orang yang zalim maka hukum akan begitu ditakuti. Penguasa yang zalim akan menggunakan hukum untuk berbuat sesuai dengan kehendaknya nyaris tanpa kendali, hal ini terjadi di banyak negara berkembang yang mengadopsi teori Roscoe Pound tersebut. Ketika fenomena Reformasi menyeruak di Indonesia, maka teori ini dijadikan sebagai salah satu kesalahan besar bidang hukum yang telah melahirkan penguasa yang out of control. Pertanyaan sederhana adalah apakah Roscoe Pound begitu gegabah mengeluarkan teori yang melahirkan penguasa yang sangat otoriter?
Dalam hal ini rupanya telah terjadi kesalahpahaman atas konsep berfikir Roscoe Pound tersebut. Teori Roscoe Pound yang sangat fenomenal tersebut lahir dari sebuah sistem yang berbeda dengan sistem yang kita pakai. Ia lahir dari sebuah sistem hukum common law yang menganggap bahwa hukum adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim (Hukumnya Hakim). Roscoe Pound lahir dalam dunia hukum yang menganggap bahwa hukum itu dibentuk oleh kekuasaan hakim, bukan penguasa eksekutif!
Hukum dalam sistem common law, dibentuk oleh hakim, para pihak yang mengajukan masalah kepada pengadilan memohon keadilan agar diputuskan mana yang benar dan adil oleh para hakim. Hakim kemudian akan memeriksa kasus tersebut dan kemudian akan memutuskan apa yang seharusnya dipatuhi oleh para pihak. Hakim membentuk hukum berdasarkan putusan hakim yang diharapkan akan merubah perilaku para pihak yang awalnya tidak mengetahui yang benar menurut hukum, dan kemudian akan bertindak serta berperilaku menurut hukum. Sehingga hukum mendidik ia untuk faham akan hukum.
Secara langsung dapat dikatakan bahwa putusan pengadilan tersebut (law) diharapkan telah mampu merekayasa atau merubah perilaku (engineering) masyarakat. Dalam hal ini tidak ada unsur power penguasa untuk menekan kehendaknya terhadap rakyat, melainkan hakim yang faham hukum mendidik masyarakat bagaimana berperilaku yang sepatutnya. Hakim mendidik para pihak untuk berperilaku yang awalnya diluar hukum menjadi manusia yang sadar hukum di tengah masyarakat.
Konsep pemikiran Roscoe Pound ini menjadi salah kaprah ketika dimasukkan dalam siistem hukum yang berbeda yaitu sistem civil law yang memandang hukum yang utama adalah putusan penguasa dan bukan putusan hakim dalam sidang pengadilan! Ketika diterapkan dalam sistem yang berbeda ternyata menghasilkan makna yang sangat berbeda dari makna penerapan hukum yang dimaksud oleh Roscoe Pound! Roscoe Pound tentunya tidak pernah membayangkan bahwa teorinya akan melahirkan penguasa yang absolut, karena ia hanya berfikir bahwa hukum itu hakim bukan penguasa.
Secara sederhana dapat saya ilustrasikan seperti halnya orang yang hendak meletakkan ikan di kolam yang berbeda, ikan yang hidup di "kolam" common law ketika letakkan di "kolam" civil law yang tentu saja air, suhu, serta cuacanya sama sekali berbeda. Bukan ikan dan kolam itu yang salah tetapi orang yang meletakkan ikan itu yang salah.

            Rekayasa Perubahan lembaga Sosial  Hukum sebagai alat social engineering adalah cirri utama Negara modern.
   (Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective,
   1975) Jeremy Bentham bahkan sudah mengajukan gagasan ini di tahun
   1800-an, tetapi baru mendapat perhatian serius setelah Roscoe Pound
   memperkenalkannya sebagai suatu perspektif khusus dalam disiplin
   sosiologi hukum. Roscoe Pound minta agar para ahli lebih memusatkan
   perhatian pada hukum dalam praktik (law in actions), dan jangan hanya
   sebagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku (law in books). Hal
   itu bisa dilakukan tidak hanya melalui undang-undang, peraturan
   pemerintah, keppres, dll tetapi juga melalui keputusan-keputusan
   pengadilan. Misalnya keputusan MA.
   
             Di Amerika, sering anggota kongres dan senat menghindari membuat
   produk-produk legislasi untuk masalah-masalah yang kontroversial,
   karena khawatir akan dampak politisnya. Mereka berharap, US Supreme
   Court yang memutuskan. Perlu diketahui bahwa peran MA Amerika dalam
   membentuk hukum jauh lebih besar dari peran MA Indonesia. Karena,
   Amerika menganut common law, sedang Indonesia menganut sistem civil law.
   
            MA sebagai pembentuk salah satu sumber hukum formal yakni
   jurisprudensi dapat berperan besar dalam pembangunan hukum di
   Indonesia. Agar keputusan-keputusan MA sebagai jurisprudensi dapat
   menjadi stimulator dan menyumbang bagi pembangunan dan perkembangan
   hukum di Indonesia. Karena itu, keputusan-keputusan itu harus dapat
   mewujudkan setidak-tidaknya satu dari tiga fungsi hukum yang disebut  diatas.
   
            Bagaimana yang terjadi di negeri kita? Ketua MA Soerjono mengusulkan
   kepada Presiden agar Ketua Muda Bidang Pidana Umum Adi Andojo Sucipto
   diberhentikan dengan hormat. Sebagai anggota masyarakat yang masuk
   dalam barisan "intelek-tual", kita tentu akan bertanya bagaimanakah
   sebenarnya sistem kekuasaan kehakiman kita di Indonesia ini?
   
             Walaupun pengusulan pemecatan itu memang dimungkinkan oleh UU, namun
   sangat terkesan bahwa Ketua MA seperti mencari-cari celah agar bisa
   memecat Adi Andojo. Alasannya, seperti kita sudah dengar, sangat tidak
   kuat.
   
            Ketua MA sebaiknya menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat alasan
   pemilihan pasal 11 huruf D dari UU No 14 tahun 1985 tentang MA yang
   dipakai dalam kasus Adi Andojo itu. Jika dikatakan bahwa Adi Andojo
   sebagai Hakim Agung sudah tidak mampu menjalankan tugasnya, berarti ia
   sudah tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan UU dan
   peraturan-peraturan yang berlaku. Atau sudah tidak bisa mengambil
   keputusan dengan rasa seadil-adilnya, sehingga menimbulkan gejolak di
   masyarakat. Jika memang ketentuan itu dikenakan kepada Adi Andojo,
   sebaiknya Ketua MA memberikan penjelasan lebih lanjut kepada
   masyarakat.
   
            Rasanya telah terjadi kemerosotan wibawa hukum lembaga MA sebagai
   benteng terakhir dan penegak keadilan. Hasil kerja Korwasus
   (Koordinator Pengawasan Khusus) MA tentang isu kolusi di MA perlu
   ditindaklanjuti, terutama temuan tentang adanya penyimpangan prosedur dalam pembagian perkara.
   
            Dalam hal ini DPR perlu segera mengambil inisiatif dalam menelusuri
   isu kolusi itu. Kenyataannya, masalah tersebut belum final. Sebaliknya
   justru berkembang menjadi pembicaraan yang panjang dan rumit.
   
            Landasan hukum bagi DPR untuk mengatasi masalah itu antara lain karena
   sistem yang dianut Indonesia adalah check and balance system, sehingga
   kekuasaan yang terbagi dapat saling mengontrol. Kalau presiden yang
   mengangkat orang-orang di MA belum mengambil inisiatif, DPR pada
   dasarnya dapat membentuk tim pencari fakta yang tujuannya menuntaskan
   masalah terkait. Sebab, masalah yang satu ini mendapat sorotan dari
   sebagian besar masyarakat.
   

DAFTAR  PUSTAKA
Dibuat Tanggal 26 Nopember 2008 00:53:24 |
oleh: Fokky Fuad, S.H., M.Hum
Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective,
   1975

Tidak ada komentar:

Posting Komentar